3. apakah dia sedang memberiku harapan?

Ada yang berbeda dari cara dia memandangmu.

Sebab setiap kali tatapan kalian bertemu di lorong sekolah, yang entah bagaimana sering terjadi akhir-akhir ini, dia akan langsung membuang muka sepersekian detik, seolah dia telah memandangmu lebih dulu, lebih lama, dan malu jika kau menangkapnya. Namun, sedetik kemudian, dia akan berbalik menatapmu, dengan sedikit binar dan salah tingkah di bola matanya dan sudut-sudut bibir yang sedikit melengkung, canggung. Lalu, sudah, dia akan kembali dalam kesibukannya, dan kau tertinggal menatap punggungnya yang menjauh. Tanpa sadar dirimu tersenyum.

Tadinya, kau biasa saja. Tadinya, dia hanyalah teman sekelas tanpa arti. Teman sekelas yang tak menonjol. Duduk di bangku tengah-tengah, bukan yang paling pendiam, bukan yang paling ramai, bukan yang paling nakal, bukan yang paling rupawan. Tetapi, siapa peduli jika caranya memandangmu membuatmu merasa sedikit… spesial.

Dalam hidupmu, kau melihat teman-temanmu jatuh cinta dan dicintai. Dan, itu membuatmu insecure: Teman-temanku sudah menemukan pasangan, aku kapan? Tetapi, siapa yang mau menerima diriku yang biasa saja ini? Dan, sejak kau menemukan perbedaan dalam tatapan matanya, harapan baru menyala di hatimu, dan kau mulai bertanya-tanya di dalam hati: Bolehkah aku merasa seperti ini padahal yang dia lakukan hanya memandangku? Apakah ada makna dari tatapannya itu?

Ini tak berhenti di situ.

Pun, ada yang berbeda dari cara dia membalas pesanmu.

Kau butuh belasan, bahkan puluhan menit menanti balasan pesan teman-temanmu. Tetapi, dia tak pernah membuatmu menunggu lama. Satu hai sederhana darimu, dan dia akan menghabiskan waktu online bersamamu. Tadinya, percakapan kalian hanya seputar urusan sekolah.

PR buat besok apa ya?

Nyatet nggak pas pelajaran Sejarah tadi?

Guru-guru makin nyebelin banget, deh. Udah sekolah sampai sore, eh PR-nya nonstop, kayak kita punya seratus jam sehari.

Ngapain deh belajar trigonometri segala. Emang kepake pas kerja nanti?

Lalu, percakapan tiap malam ini akan berlanjut lebih personal. Kau bercerita tentang kehidupanmu: Teman-temanmu yang sibuk dengan pacarnya, orang rumah yang menuntut ini-itu, kebingungan memilih jurusan untuk kuliah nanti, masa depan yang tak jelas. Dan, dia selalu jadi pendengar yang baik, serta penasihat terburuk favortimu. Karena dia selalu merespons keluhan-keluhanmu dengan gurauan semacam…,

kau kebanyakan mikir. Coba, PR buat besok udah dikerjain?

Seru tahu kalau gurunya killer. Berasa kayak di film horor tanpa perlu hantu.

Eh, jangan salah, trigonometeri itu penting, tahu. Kalau kau lagi main kasti, kan kau harus ngitung dulu, berapa sudutnya, kira-kira jaraknya berapa dilempar dari sudut sekian. Jangan lupa bawa busur sama penggaris.

Percakapan kalian seperti pusaran hebat di tengah laut. Mulanya, kau begitu menikmati percakapan ini, seolah kau sedang mengarungi lautan yang tenang, diayunkan ombak-ombak kecil, di atas perahu kecil. Tetapi, kau tak sadar, kau semakin jauh dari daratan. Dan, di ujung sana, ada pusaran hebat, tetapi tak terlihat. Perlahan-lahan, perahumu menuju pusaran membahayakan itu. Tetapi, orang-orang menyebut ini jatuh cinta, membuat semua ini terdengar indah.

Sayangnya, ini tidak seindah itu, sebab perahumu semakin dekat dalam pusaran itu, dan kau mulai sadar kalau sudah jauh dari daratan.

Karena beginilah kenyataan buruknya: Setiap kali kau kembali ke sekolah, ada yang berbeda dalam dirinya.

Dia seperti… biasa saja. Seolah percakapan dalam ponsel hanya terjadi dalam ponsel. Seolah hubungan kalian adalah hubungan rahasia tanpa arti. Apa yang ada dalam ponsel biarkan tertinggal di dalam ponsel. Dan, tatapan spesial itu, semakin hari, tidak lagi terlihat sama. Karena ketika kau mencari tatapannya, yang kau lihat adalah dirinya berbincang dan bergurau dengan gadis yang duduk di depannya.

Jika dia memang menyukaiku, harusnya dia menjaga perasaanku, kan?

Atau, aku yang terlalu berlebihan dalam merasa?

Mungkin, mereka cuma teman. Ya, mereka memang teman, kok.

Lalu, apa makna dari semua curhat dan semua gurauannya hingga tengah malam di ponsel?

Apa sebenarnya maksud dia? Apakah dia sedang memberiku harapan? Apakah ini semua sinyal dan kode? Ataukah dia menganggapku sebagai teman saja? Namun, jika aku hanya dianggap sebagai teman, mengapa dia selalu jadi orang tercepat yang membalas pesanku, mengapa dia selalu ada ketika aku butuh, mengapa percakapan kami begitu intens, mengapa kami begitu terbuka satu sama lain?

Kau bertanya kepada teman-temanmu.

Jawaban teman-temanmu melambungkan hatimu, “Iya lah, jelas banget dia care sama kau. Sinyal dari kau kurang kencang, kali.”

Keningmu mengerut, balas bertanya, “Aku udah cukup terbuka sama dia. I told him all of my stories, harusnya itu kan jadi sinyal buat dia? Masalahnya, jika dia memang memiliki rasa, mengapa nggak ada perkembangan dalam percakapan kami? Kayak cuma di situ-situ aja. Nggak ada omongan tentang hubungan ini.”

Salah satu temanmu berkata, “Udah bukan jaman cewek nungguin cowok. Nggak ada salahnya cewek mulai duluan.”

Tetapi, bukan itu masalahnya. “Lalu, gimana kalau aku sudah mengungkapkan semuanya, dan ternyata dia emang nggak ada rasa?” Dan, sejujurnya, aku terlalu takut untuk mengetahui kenyataannya, aku belum siap akan patah hati.

Namun, hari ini, kau berbaring di tempat tidurmu. Lampu mati, ponsel menyala, membalas pesan-pesannya. Perahumu mendekati pusaran tak terlihat itu. Dan, ombak semakin menjadi-jadi. Ada lubang kecil dalam perahumu. Air mulai masuk. Dadamu sesak, hatimu gundah gulana, logikau bimbang: Apakah sebaiknya aku menghentikan ini semua? Lalu, bagaimana jika dia memang ada rasa? Atau, aku katakan saja?

Dan, aku berada di sini, duduk di bangku komputerku, memahami perasaanmu. Aku tidak melihatmu, aku tidak mengenalmu, tetapi bolehkah aku mengatakan sesuatu?

Kita sama-sama tak pernah tahu bagaimana ini berakhir.

Apakah kau hanya sebatas rumah persinggahan?

Apakah kau hanya kepingan kisah cinta yang hanya akan jadi kenangan masa lalu?

Apakah dia menghubungimu karena dia tak punya teman chat yang asik?

Apakah dia memang seperti ini kepada semua orang?

Ataukah, dia memang benar-benar menyukaimu?

Kita tak pernah tahu.

Tetapi, ada satu hal yang aku tahu: Hanya karena dia memberimu harapan, hanya karena dia menyukaimu, tak lantas berarti dia akan jadi jodohmu.

Perjalananmu masih panjang, dan hatimu masih sangat murni. Jangan biarkan seorang pun menyakitinya.

Sekarang, perbaiki perahumu. Melajulah. Tinggalkan dia di belakang. Simpan hatimu di tempat terbaik. And, don’t let anyone break it.

Karena, entah bagaimana, firasatku mengatakan, jika kau melanjutkan ini, kau akan tersakiti, lebih dalam dari ini.

[]

 

 

Sebelumnya
Selanjutnya
error: Not Allowed